Gempa itu tidak permah bisa diprediksi, sama professor
secanggih apapun, ia akan tetap musykil untuk ditebak kapan ia muncul. Maka
kita hanya perlu waspada dengan pemahaman yang baik.
Begitu pula halnya dengan perasaan, secanggih apapun
sang psikolog yang memeriksanya. Perasaan tetaplah perasaan. Perasaan selalu
sederhana tak bisa kau paksakan kehendakmu pada seseorang, begitupula
sebaliknya. Tentunya kau hanya berprasangka bahwa perbuatanmu hanya sebatas
mengingatkan, berbeda dengan prasangka orang yang terus kau ingatkan. Mungkin
saja perbuatanmu itu merupakan hal teristimewa baginya. Tak ada yang dapat
memprediksi perasaan seseorang.
Maka Tak ada yang salah jika perasaannya seperti ini,
tak ada yang salah dengan ciptaan-Nya terhadap dirimu.
Yang salah adalah ketika kau memaksakan keadaan untuk
memahami perasaanmu. Engkau terlalu egois untuk memaksa alur cerita yang Alloh
buat dalam kehidupanmu.
Niat memang menentukan perbuatan seseorang
sampai-sampai pemahaman kita yang bakal didapatkan pun tergantung niat. Namun
perlu kau tahu, tidak semua orang untuk tetap istiqomah menjaga niatnya. Dan
tak perlu lah kau kira setan itu akan diam menggoda niatmu. niat sebagai
malaikat pengingat kebaikanpun akan dibelokkan dan disamarkan setan hingga kau
membuat jurang pelanggaran itu semakin dalam.
Sekali lagi, tidak semua orang memahami perasaan yang
kau maksud. Tak perlu kau memaksa kehendak dan mengumbar jika perbuatan itu
adalah bermaksud kebaikan.
Sama sepertinya gempa, kau terlalu mengkhawatirkan
efek atas kekuatan gempa yang muncul di kemudian hari. Engkau terobsesi untuk
terus mengkira-kira. Berapa kekuatannya, kapan terjadinya, dimana terjadinya.
Engkau takut semua itu akan mengambil apa yang kau miliki. Padahal Allah ta’ala
diatas sana telah memerintahkan pada kita untuk terus tawakkal. Tak perlu kau
takutkan untuk hari esok. Separah apapun kekuatan gempa memporak-porandakan
wilayahmu, tetap saja tak ada yang perlu kau takuti dan tangisi. Karena
sesungguhnya apa yang ada di bumi dan langit ini merupakan hak seutuhnya
milik-Nya.
Perasaaan itu sederhana. Tak perlu kau hiraukan
sejauhmana respect dirinya terhadap perasaanmu. Tak perlu kau khawatirkan
scenario-Nya tak sesuai kehendakmu. Karena apapun yang khawatirkan tak
sepenuhnya akan terjadi, semua ini dan nanti adalah scenario-Nya. Apapun yang
diberikan pada-Nya atas hidup dan perasaan kita adalah yang terbaik bagi hidup
kita kelak.
Gempa itu selalu menimbulkan efek gelombang primer,
rayleight, bahkan love. Entahlah apa istilah yang dikeluarkan oleh para ahli
itu. Namun yang kupahami, gempa selalu menyesuaikan dirinya dengan
gelombangnya. Yang sampai saat ini ditakuti penduduk di muka bumi ini. Gempa
sesungguhnya efek atas dorongan tekanan magma yang menghendaki lapisan litosfer
kita dipengaruhi oleh cairan kental yang tidak stabil. Astenosfer. Jadi, sama
sepertinya perasaan, perasaan suka, duka,bahkan cinta sekalipun merupakan efek
diri kita yang mendorong dan menetapkan seberapa besar kita memposisikan
mereka. Efek gelombang gempa yang mahadahsyat akan timbul di permukaan ketika
terjadi pada gelombang panjang, gelombang yang ketiga setelah gelombang pertama
dan kedua.
Ibarat hadits nabi yang memperingatkan kita :
“pandangan pertama itu merupakan sebuah rezeki, kedua dan ketiga adalah panah
setan”
Ya seperti itulah, perasaan. Kau akan terus menikmati
dan menjaga perasaan itu hanya dengan mengingat pada yang memiliki perasaan ini
yaitu Allah ‘azza wa jalla. Kau akan terus merutuki perasaan itu ketika
memposisikan rasa aneh itu berkeliaran bebas dalam hidupmu. Namun kau akan
merasa itu fitrah ketika kau mampu menjaga dan mengunci rasa itu untuk tidak
menjalar kemanapun ia suka.
Tak perlulah kita merasa gentar akan hal yang terjadi
esok dengan perasaan ini, karena sesungguhnya tuhan Rabb diatas ‘Ars-Nya sana
akan terus menjaga hati kita dari perasaan yang tak menentu, ketika kita
meminta pada-Nya untuk terus menjaga ini semua.
Inspired by a novel “kau, aku, dan sepucuk angpau
merah” tere liye…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar