Rabu, 03 November 2010

a hoping a man who loving Alloh ta'ala

ia adalah laki-laki unik yang kulihat. Teman seperjuanganku, teman tahap permainan di sekolah dasarku. Sekolah yang kala itu merupakan sekolah prihatin bagiku dan teman-teman. Aku tak tahu bagaimana nasib teman-temanku saat ini, hamnya beberapa gelintir saja yang ku tahu. Tahukah, aku amat iri dengan teman-teman sma ku. Mereka mempunyai banyak teman yang cukup dibilang sukses sampai saat ini. Jika dibandingkan dengan teman Sdku, sangatlah berbeda jauh. Ia yang senang menceritakan pengalaman waktu sdnya, bagiku tidak. Aku mungkin dibilang malu jika menceritakan teman-teman sd ku. Malu?? Kenapa malu?? Karena mungkin kisah saat sd ku tak seunik andrea hirata dalam serial ”LASKAR PELANGI”nya. Atau mungkin juga aku malu karena sampai saat inipun aku tak tahu kabar mereka, apakah mereka sukses atau tidak. Untuk kali ini, aku akan menulis sepenggalan kisahku saat sd. Kisah seorang anak laki-laki yang aku prihatinkan keadaannya dulu. Sampai saat ini, aku tak tahu lagi kabarnya. Dan selalu ku tunggu. J

ia laki-laki yang pendiam, sungguh amat pendiam ketika berhadapan dengan kami anak wanita. Ia akan sangat berbeda jika bergaul dengan teman laki-laki. Menurutku ia merupakan sosok anak yang amat cerdas. Waktu itu, terdengar kabar bahwa ayahnya meninggal dunia. Aku yang saat itu masih kanak-kanak dan tak terlalu paham urusan orang dewasa, aku begitu acuh. Tak pernah menghiraukan keadaannya. Dingin dan kelu mungkin saat itu yang ia rasakan. Ia tak pernah berkeluh kesah akan kesedihannya. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, kakaknya laki-laki dan adiknya wanita. Ayahnya bekerja sebagai petugas keamanan kampung atau biasa disebut hansip. Ia tak pernah mengeluh dengan serba kekurangannya saat itu. Mungkin karena waktu itu umurnya masih dini, begitupula dengan diriku. Ketika umur kami hanya dihabiskan dengan kenakalan dan permainan belaka. Tak terasa waktupun megajak kami hingga besar, ia sudah beberapa hari tak masuk sekolah. Ia sakit. Ibu guru menyuruh kami untuk menjenguknya, mendatangi istana dunianya. Kami ber13 orang, sekumpulan murid SD yang telah terseleksi alam. Terseleksi untuk tetap bertahan di sekolah murah itu. Kami tak pernah gentar akan masa depan kami, yang kami pikirkan saat itu adalah bagaiamana kami terus berlanjut meningkat. Tak pernah terbesit untuk mengalah dengan alam, yang terus menggiring kami pada kerasnya hidup ini. Kami datang dengan 2 bungkus kantong kresek hitam. Yang hanya berisi biskuit dengan hasil patungan dari uang masing-masing.

Ia tergeletak diatas kasur lantai, lusuh. Duhai, waktu itu aku merasa amat kelu melihat kondisinya beserta sekitar rumahnya. Bapaknya meninggalkan rumah itu dengan beberapa orang di dalamnya. Kakaknya, adik, ibu, dan 2 orang tua yang sudah renta. Bayangkan, bagaimana harus ibunya berbanting tulang untuk hidupnya dan yang lain. Rumahnya saat itu masih bilik, atapnya banyak yang berlubang. Tak ada barang-barang istimewa yang kulihat waktu itu, sofa ataupun tempat tidur yang layak. Hati ku kelu melihat itu semua. Anak laki-laki itu malang, seorang yatim dengan segala kekurangannya. Kami berbincang-bincang dengan ibunya, yang senantiasa setia menjaganya. Yang kudengar saat itu ibunya menjadi kuli cuci. Mencari sesuap harapan demi masa depan keluarganya. Saat aku mengaji, iapun ternyata mengaji pula namun ia ternyata memang sudah dari lama mengaji disana dan menjadi anak asuhan yayasan itu. Saat bertemupun aku tak pernah menyapanya, begitu pula sebaliknya.

Tak terasa waktu mengantarkan kami pada gerbang kelulusan. Suatu peristiwa menarik bagi kami, peristiwa yang kami tunggu dengan degup jantung yang amat kencang. Kami ber13 lulus. Alhamdulillah. Kami semua berpencar, mendapatkan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) yang berbeda-beda. Tahukah, ternyata aku kembali satu sekolah dengannya. Ia begitu acuh denganku. Bertegur sapapun tak pernah. Apalagi bercanda. Aku tak tahu penyebabnya sampai saat ini. Baguslah, atau memang ia adalah sosok laki-laki yang sudah paham akan agama dari dulu sd. Aku tak pernah tahu itu. Sampai kelulusan SLTP pun aku tak pernah tahu kabar akan tentang dirinya, apakah ia melanjutkan atau tidak. Aku tak tahu. Yang aku tahu adalah peristiwa bertemunya aku dengannya di suatu pengisian bahan bakar kendaraan. Ia naik motor, melihatku dengan segala perubahanku saat ini. Sama seperti dulu, ia acuh dan tak pernah mau berbincang dengan lawan jenis. Namun yang aku duga dari pandangannya, ingin menegorku dari kejauhan, tapi tak pernah mau ku respons. Karena aku sudah berbeda dari yang dulu. Aku ingin merubah segala kebodohanku menjadi wanita yang bertaqwa kepada-Nya.
Especially for him,,i will waiting any information about you. I hope you could be better than last. A man who loving ALLOH ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar