Apapun profesi
kita saat ini adalah pilihan yang terbaik dari Allah ta’ala
Ibu rumah
tangga, guru, arsitek, insinyur, ….. (silakan sebutkan sendiri)
Karena posisi
saya adalah seorang pendidik. Saya katakan pendidik bukan pengajar karena
pengajar hanya sebatas mengajarkan ilmu tanpa memperhatikan akhlak anak-anak
murid. Maka dari itu saya akan bercerita sedikit dengan hal yang berkaitan
sebagai pendidik yakni sebagai pengajar dan pembelajar.
Pagi jam
setengah enem, suhu udara Jakarta masih sejuk. Kebisingan masih teredam. Tak
ada peluh keringat berdesakkan di bus ini. Bus andalan ibu kota yang semakin
hari semakin bertambh jumlah penggunanya. Bus dimana tidk ada lagi orang-orang
terberisikkan oleh suara fales seaadanya. Bus tak ada laagi di dalamnya
orang-orang memakai wajah lesu untuk mendapatkan sedikit rejeki dari
kepura-puraan lemah tak berdaya. Sehingga penumpang selalu merutuk “duh,
pagi-pagi…@#$%^”
Sedikit
olahraga untuk menggapai halte ini, turun naik. Lari-laari kecil jika sudah
melihat dari kejauhan. Pagi yang energik… pagi
yang penuh kesibukkan. Diringi suara cicitan burung. Kami lesu menunggu
bus yang sungguh jika jam nya telat dari seperti biasa maka lamanya luar biasa.
Jalanan ini
jalan penghubung dari timur, selatan, utara, barat ke pusat kota. Semua
kendaraan sudah mulai sibuk menapaki jalan beraspal mulus ini. Di depan halte
ini dulu terdapat yang namanya gedung bioskop rivoli. Gedung bioskop yang
digunakan oleh orang-orang dulu. Menghibur diri ketika kerjaan mulai memenuhi
kepenatan. Tapi,,ah itu sudah lama sekali. Kebiasaan yang hanya mendapatkan
kesenangan sesaat.
Kita tinggalkan
kesibukkan jalanan. Mari kita kembali pada saat ini. Kamu tahu profesi itu
pilihan sebuah hidup ? semua tergantung tujuan kita masing-masing. Apapun profesi
kita, niatkanlah ini untuk mengambil sedikit dari dunia ini dan selebihnyaa
kita lebihkan untuk akhirat kita. Kenapa ? karena dunia ini sementara dan asal
kita adalah tempat dulu kakek kita, manusia pertama yang Allah ciptakan, nabi
adam ‘alayhissalam diciptakan. Syurga. Iya syurga.
Tidakkah kita
kangen tempat pertama kali kita diciptakan? Saya mau. Iya saya mau sekali. Gimana
dengan kamu ? (tanyakan pada hati kita masing-masing)
Profesi itu
pilihan. Saya sampai saat ini (masih) memilih profesi sebagai pendidik generasi
selanjutnya. Ini memang pilihan yang sangat berat. Iya sungguh berat. Di profesi
ini saya tidak hanya dituntut sebagaai orang yang cerdas tetapi sebagai orang
yang emosinya baik. (flashback skripsi). Iya di profesi ini saya mungkin
dibilang newbee. Pengalaman yang lalu sebagai pendidik mungkin masih dibilang
tak ada apa-apanya untuk saat ini. Semua serba baru. Semua serba keras. Saya harus
merubah kebiasaan berputar 360 derajat. Bangun pagi, berangkat pagi dan pulang
larut sore hamper mendekati mghrib. Istilahnya pergi gelap, pulng gelap.
Memilih sebagai
pendidik awalnya adalah pilihan yang amat paling terendah. Daari dulu sekolah
hanya ingin bekerja di belakang layar computer. Di lantai tinggi gedung, deket
jendela. Jadi ketika penat, bisa lngsung ngeliat keluar pemandangan. Tapi pada
nyatanya Allah berkehendak lain. Saya (sampai) saat ini ditempatkan di lembaga
pendidikan. Sekolah. Dimana sehari-hari berkutat mendidik anak-anak agar
menjadi generasi yng menjujung tinggi ilmu dan akhlaq. Mendidik kebiasaan buruk
menjadi baik. Yang jujur saya pun terkadang masih buruk disbanding mereka. Iya terkadang
saya belajar kebaikan dari mereka. Saya belajar cerdas dalam segala hal pun
dari mereka. Tak pernah putus semangat yang mereka tularkan pada saya.
“Menjadi guru
itu adalah pekerjaan yang mulia. Mendidik anak-anak menjadi pribadi yang
santun. Pergi berangkat ngajar itu merupakan jihadnya seorang guru. Pun ketika
maut datang dalam keadaan kita berangkat dengan tujuan mulia yakni memberikan
ilmu pada mereka, in syaa Allah dicatat sebagai amal kebaikan kita. Dengan mengajaar
kita memberikan zakat ilmu yang Allah berikan pada kita kepada anak-anak. Dengan
jalan mengajarlah kita memperjual belikan ilmu yang kita berikan pada Allah ta’ala.
Kita memberikan ilmu kita pada orang-orang yang tadinya belum paham jadi paham.
Yang tadinya tidak bisa membaca jadi bisa baca. Yang tadinya tidak bisa
menghitung jadi bisa menghitung. Apapun itu, ilmu yang kita berikan kepada
orang lain merupakan sebuah kebaikan “ –catatan pembukaan musyker EM**sc oleh
ketua yayasan dengan sdikit tmbahan-
Saya memilih
bertahan disini, di lembaga pendidikan ini karena disini terdapat banyak
kebaikan untuk diri saya. Walau bisa dikatakan banyak juga beban sekolah yang
diberikan pada saya. In syaa Allah saya niatkan untuk ibadah, dan saya selalu
berdo’a Allah memudahkan semua kerjaan yang akan saya hadapi nanti. Semoga Allah
mencatat semua kerjaan ini sebagai kebaikan untuk diri saya dan pemberat
kebaikan timbangan saya nanti hingga nanti Allah mau berbaik hati mengumpulkan
saya dengan nabi tercinta saya rasulullah salallahu’alayhi wassalam. Menjumpaa rasul
di telaganya. Aamin allahumma amin.
Tak menafikan
saya sungguh sangat ingin sekali bekerja di dalam gedung tinggi yang menjulang hamper
tak terlihat batas antara langit dengan ruang kerja. Perasaan yang dari dulu
saya impikan itu hampir menguap ketika melihat senyuman manis dari anak-anak
itu. Pelukan hangat dari belakang tubuh anak-anak. Teriakan daan cerewetnya
mereka membiaskan keinginan terpendam dalam hati saya.
Tak menafikan
juga saya tak pernah suka diatur dengan atasan yang seenaknya merintah tanpa
melihat keadaan dan kemampuan. Pemimpin yang selalu meanaktirikan mata
pelajaran umum. Saya dan asatidzah pengampuh matpel umum selalu mengukur diri
(terutama saya). Kami yang mungkin bisa dibilang memiliki keshalihan yang
rendah disbanding asatidz pengampuh matpel diniyah. Kami yang selalu berusaha
mengejar ketertinggalan ilmu dien kami. Tidakkah kalian merasakan betapapun
kami iri dengan para wanita shalihah yang ilmunya sudah mumpuni. Saya sendiri
amat menyesal, mengapa dulu tidak belajar ilmu dien saja. Tapi tak perlu lah
saya menyesali takdir saya sebagai wanita yang hanya lulusan umum. Karena saya
yakin Allah ta’ala mempunyai segudang hikmah untuk diri saya. Tugas saya adalah
belajar agama, mengajarkan, memberi contoh pada keluarga saya, dan mengamalkan
untuk diri saya. Tugas saya adalah husnudzon pada ketetapan Allah sampai
kapanpun. Iya sampai kapanpun akan saya tanam dalam diri saya : “ini adalah
yang terbaik untuk diri saya”
– bogor, 2 syawal 2014-
diselesaikan sambil meresapi Q.S. AL-Qiyamah oleh ahmad saud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar