Selasa, 29 Juli 2014

Profesi itu pilihan



 Apapun profesi kita saat ini adalah pilihan yang terbaik dari Allah ta’ala

Ibu rumah tangga, guru, arsitek, insinyur, ….. (silakan sebutkan sendiri)

Karena posisi saya adalah seorang pendidik. Saya katakan pendidik bukan pengajar karena pengajar hanya sebatas mengajarkan ilmu tanpa memperhatikan akhlak anak-anak murid. Maka dari itu saya akan bercerita sedikit dengan hal yang berkaitan sebagai pendidik yakni sebagai pengajar dan pembelajar.
Pagi jam setengah enem, suhu udara Jakarta masih sejuk. Kebisingan masih teredam. Tak ada peluh keringat berdesakkan di bus ini. Bus andalan ibu kota yang semakin hari semakin bertambh jumlah penggunanya. Bus dimana tidk ada lagi orang-orang terberisikkan oleh suara fales seaadanya. Bus tak ada laagi di dalamnya orang-orang memakai wajah lesu untuk mendapatkan sedikit rejeki dari kepura-puraan lemah tak berdaya. Sehingga penumpang selalu merutuk “duh, pagi-pagi…@#$%^”

Sedikit olahraga untuk menggapai halte ini, turun naik. Lari-laari kecil jika sudah melihat dari kejauhan. Pagi yang energik… pagi  yang penuh kesibukkan. Diringi suara cicitan burung. Kami lesu menunggu bus yang sungguh jika jam nya telat dari seperti biasa maka lamanya luar biasa.

Jalanan ini jalan penghubung dari timur, selatan, utara, barat ke pusat kota. Semua kendaraan sudah mulai sibuk menapaki jalan beraspal mulus ini. Di depan halte ini dulu terdapat yang namanya gedung bioskop rivoli. Gedung bioskop yang digunakan oleh orang-orang dulu. Menghibur diri ketika kerjaan mulai memenuhi kepenatan. Tapi,,ah itu sudah lama sekali. Kebiasaan yang hanya mendapatkan kesenangan sesaat.

Kita tinggalkan kesibukkan jalanan. Mari kita kembali pada saat ini. Kamu tahu profesi itu pilihan sebuah hidup ? semua tergantung tujuan kita masing-masing. Apapun profesi kita, niatkanlah ini untuk mengambil sedikit dari dunia ini dan selebihnyaa kita lebihkan untuk akhirat kita. Kenapa ? karena dunia ini sementara dan asal kita adalah tempat dulu kakek kita, manusia pertama yang Allah ciptakan, nabi adam ‘alayhissalam diciptakan. Syurga. Iya syurga.

Tidakkah kita kangen tempat pertama kali kita diciptakan? Saya mau. Iya saya mau sekali. Gimana dengan kamu ? (tanyakan pada hati kita masing-masing)
Profesi itu pilihan. Saya sampai saat ini (masih) memilih profesi sebagai pendidik generasi selanjutnya. Ini memang pilihan yang sangat berat. Iya sungguh berat. Di profesi ini saya tidak hanya dituntut sebagaai orang yang cerdas tetapi sebagai orang yang emosinya baik. (flashback skripsi). Iya di profesi ini saya mungkin dibilang newbee. Pengalaman yang lalu sebagai pendidik mungkin masih dibilang tak ada apa-apanya untuk saat ini. Semua serba baru. Semua serba keras. Saya harus merubah kebiasaan berputar 360 derajat. Bangun pagi, berangkat pagi dan pulang larut sore hamper mendekati mghrib. Istilahnya pergi gelap, pulng gelap.

Memilih sebagai pendidik awalnya adalah pilihan yang amat paling terendah. Daari dulu sekolah hanya ingin bekerja di belakang layar computer. Di lantai tinggi gedung, deket jendela. Jadi ketika penat, bisa lngsung ngeliat keluar pemandangan. Tapi pada nyatanya Allah berkehendak lain. Saya (sampai) saat ini ditempatkan di lembaga pendidikan. Sekolah. Dimana sehari-hari berkutat mendidik anak-anak agar menjadi generasi yng menjujung tinggi ilmu dan akhlaq. Mendidik kebiasaan buruk menjadi baik. Yang jujur saya pun terkadang masih buruk disbanding mereka. Iya terkadang saya belajar kebaikan dari mereka. Saya belajar cerdas dalam segala hal pun dari mereka. Tak pernah putus semangat yang mereka tularkan pada saya.

“Menjadi guru itu adalah pekerjaan yang mulia. Mendidik anak-anak menjadi pribadi yang santun. Pergi berangkat ngajar itu merupakan jihadnya seorang guru. Pun ketika maut datang dalam keadaan kita berangkat dengan tujuan mulia yakni memberikan ilmu pada mereka, in syaa Allah dicatat sebagai amal kebaikan kita. Dengan mengajaar kita memberikan zakat ilmu yang Allah berikan pada kita kepada anak-anak. Dengan jalan mengajarlah kita memperjual belikan ilmu yang kita berikan pada Allah ta’ala. Kita memberikan ilmu kita pada orang-orang yang tadinya belum paham jadi paham. Yang tadinya tidak bisa membaca jadi bisa baca. Yang tadinya tidak bisa menghitung jadi bisa menghitung. Apapun itu, ilmu yang kita berikan kepada orang lain merupakan sebuah kebaikan “ –catatan pembukaan musyker EM**sc oleh ketua yayasan dengan sdikit tmbahan-

Saya memilih bertahan disini, di lembaga pendidikan ini karena disini terdapat banyak kebaikan untuk diri saya. Walau bisa dikatakan banyak juga beban sekolah yang diberikan pada saya. In syaa Allah saya niatkan untuk ibadah, dan saya selalu berdo’a Allah memudahkan semua kerjaan yang akan saya hadapi nanti. Semoga Allah mencatat semua kerjaan ini sebagai kebaikan untuk diri saya dan pemberat kebaikan timbangan saya nanti hingga nanti Allah mau berbaik hati mengumpulkan saya dengan nabi tercinta saya rasulullah salallahu’alayhi wassalam. Menjumpaa rasul di telaganya. Aamin allahumma amin.

Tak menafikan saya sungguh sangat ingin sekali bekerja di dalam gedung tinggi yang menjulang hamper tak terlihat batas antara langit dengan ruang kerja. Perasaan yang dari dulu saya impikan itu hampir menguap ketika melihat senyuman manis dari anak-anak itu. Pelukan hangat dari belakang tubuh anak-anak. Teriakan daan cerewetnya mereka membiaskan keinginan terpendam dalam hati saya.

Tak menafikan juga saya tak pernah suka diatur dengan atasan yang seenaknya merintah tanpa melihat keadaan dan kemampuan. Pemimpin yang selalu meanaktirikan mata pelajaran umum. Saya dan asatidzah pengampuh matpel umum selalu mengukur diri (terutama saya). Kami yang mungkin bisa dibilang memiliki keshalihan yang rendah disbanding asatidz pengampuh matpel diniyah. Kami yang selalu berusaha mengejar ketertinggalan ilmu dien kami. Tidakkah kalian merasakan betapapun kami iri dengan para wanita shalihah yang ilmunya sudah mumpuni. Saya sendiri amat menyesal, mengapa dulu tidak belajar ilmu dien saja. Tapi tak perlu lah saya menyesali takdir saya sebagai wanita yang hanya lulusan umum. Karena saya yakin Allah ta’ala mempunyai segudang hikmah untuk diri saya. Tugas saya adalah belajar agama, mengajarkan, memberi contoh pada keluarga saya, dan mengamalkan untuk diri saya. Tugas saya adalah husnudzon pada ketetapan Allah sampai kapanpun. Iya sampai kapanpun akan saya tanam dalam diri saya : “ini adalah yang terbaik untuk diri saya”


 – bogor, 2 syawal 2014-

diselesaikan sambil meresapi Q.S. AL-Qiyamah oleh ahmad saud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar