Rabu, 16 September 2015

pelengkap makna hidup


Pagi ini, sinar mentari bersembunyi berjinjit malas dari persembunyiannya.
Jika dulu kita sungguh riang bermain bersama teman, itu pertanda kita sudah mulai mengenal lingkungan luar kita. Yang kita pikir itu adalah sebuah perasaan bahagia tak terhingga karena kita tidak melulu bermain dengan seorang wanita yang suaranya selalu terngiang di telinga kita tiap detik. Dari mata kita mulai terpejam hingga terbuka menatap mentari.

Aku pikir hal yang sangat menyenangkan adalah bermain dan menghabiskan waktu bersama teman-teman. Karena semua yang ada di dalam benak kita sama. Satu tujuan. Bermain hingga larut mentari kembali ke persembunyiannya. Menghabiskan waktu dengan suara-suara renyah dari mulut-mulut yang beragam bentuknya. Bertukar ide konyol untuk menghabiskan waktu hingga kita lupa ada waktu yang dimiliki seorang wanita disana untuk kita tapi kita abaikan.

Angin semilir berhembus ke kulit tipisku. Kami semua tertawa lepas. Mengeluarkan semua tenaga bersama-sama untuk satu tujuan. Membasahi tubuh dengan keringat dan air minum yang kita tenggak karena energy terkuras habis untuk memutarkan dua roda yang akan mengantarkan tubuh kita. Bersam-sama saling mengejek, berlomba memacu pedal agar mencapai finish pertama.

“HAHAHA,,,” suara kami memecah sunyinya jalan kereta. Memecah angin yang menyibak dahan-dahan pohon di pinggir rel kereta.

Hari itu waktu kami benar-benar habis di tengah jalan. Tidak hanya waktu tapi uang receh yang diberikan ibu kami pun habis. Sepertinya hari-hariku dan teman-temanku hanya bertema menghabiskan. Dari waktu hingga suara kamipun habis.

Waktu saat ini menyadarkanku dari habitatku. Yang sejatinya tempat menghabiskan waktu seharusnya  adalah pada seorang wanita yang benar-benar menghabiskan waktunya untukku. Wanita yang sampai detik ini aku selalu rindukan, tak ingin kehilangan sedikitpun. Wanita yang ingin aku berikan mahkota ketika di akhirat kelak. Karena aku saadar, teman sejaatiku saat ini hanyalah ibuku. Wanitaku yang aku selalu ingin tangisi ketika harus pulang terlalu larut sore. Waktu menyadarkanku siapalah sahabat sejatiku. Di saat waktu menyibakkan peristiwa yang satu per satu membuatku merasa kehilangan. Kehilangan suara-suara yang menghias waktuku. Suara-suara yang menghabiskan waktuku di teriknya siang. Suara-suara yang memecahkan senjaku.

Don't leaving me mom, jangan tinggalkan aku di saat teman-temanku meninggalkanku bersama seseorang yang akan menemaninya sepanjang hayatnya.

please, don't leaving me mom, jangan tinggalkan aku di saat tubuhku tak mampu menopang rasa perihnya sakit yang singgah di tubuhku.

Senja, sudah mulai beranjak. Aku tersadar. “Apalah artinya hidupku tanpamu ibu”

3 komentar:

  1. Balasan
    1. ya ampun sampe juga kesini. maaf kalo tulisannya merusak mata

      Hapus
    2. ya ampun sampe juga kesini. maaf kalo tulisannya merusak mata,,hhe

      Hapus