Matahari mulai meninggi, diikuti
dengan suhu udara. Gadis itu memulai pagi ini dengan kebahagiaan. Bahagia
karena kemarin hujan turun. Bertemu dengan hujan berarti bertemu dengan segala
aktivitas di masa lalu. Masa yang ditakuti sampai disenangi, hingga tidak ingin
berpindah waktu. Berharap waktu tidak berjalan dan berhenti hingga lupa bahwa
ada yang harus dihadapi di kemudian hari.
Matahari dengan hangatnya
menemenai gadis itu memulai aktivitas pertamanya. Mencuci segala yang kotor. Baginya
setiap hari tidak pernah ada perbedaan. Semua sama taka da yang istimewa,
karena sejak hari itu, hari dimana dia ditinggalkan oleh orang yang menemaninya
setiap hari. Hari bagaikan hanyalah menunggu. Menunggu langit menyambutnya. Bertemu
dengan seseorang yang amat dicintainya. Pagi ini, dia berjalan membawa segala
yang ingin dibersihkan. Termasuk sepatu cantiknya. Sepatu yang menurutnya selalu
cantik setiap hari. Hingga dia tak pernah ingin memakainya, takut-takut jika
sepatu itu rusak dan tidak terlihat cantik lagi.
Kali ini angina tidak datang. Dia
bersembunyi di balik lembah. Lelah karena harus bekerja di malam hari di balik
lembah. Gadis itu hanya ditemani sinar matahari. Menemaninya sepanjang jalan
sambil mendengar cicitan burung di pagi hari. Daun-daun yang hijau dan bunga
liar yang merekah tiap pagi. Gadis itu sibuk membawa barang-barangnya menuju
sungai. Sungai berada di kejauhan rumahnya. Harus melalui lading ilalang dan kebun
jagung yang sebantar lagi menguning dipanen para petani. Burung-burung
bertebaran di langit, mencari penghidupan untuknya dan anak-anaknya di sarang. Menyambung
hidup yang hanya sebagai rutinitas.
Gadis itu hanya memakai baju
lusuhnya, dia berpikir jika hanya mencuci cukup memakai baju lusuh saja tanpa
perlu memakai baju yang bagus, karena nanti juga akan kotor. Pikirnya.
Berjalan melewati padang ilalang
yang luas begiru menghibur hatinya. Melihat satu dua helaian ilalang yang
terbang. Bekerjaran menangkap capung. Jatuh bangun membawa barang-barangnya. Hingga
melihat satu dua ekor kelinci yang keluar dari sarang kemudian masuk kembali. Malu-malu
melihat dunia luar. Kelinci itu hanya berani mengintip sinar matahari di balik
semak. Takut-taku ada penduduk yang menangkapnya. Berpisah dengan keluarganya
di sarang. Matahari pagi ini menghangatkan desa, tanaman, dan hewan-hewan di
sarang. Menghangatkan penduduk bumi di bagian ini. Setelah semalaman hujan
turun dengan derasnya. Seolah datang ingin menghapus duka lara seseorang yang
menyendiri dan menepi dari hiruk pikuknya kebahagiaan orang-orang. Matahari menghangatkan
hati seseorang yang membeku disiram hujan deras tanpa dera sedikitpun. Memberikan
penenang bagi hati hingga seseorang itu tertidur pulas. Melupakan apa yang
telah terjadi dengan dirinya.
Sungai sedikit lagi terlihat,
suara gemericik airnya sudah terdengar dari jejak langkah gadis itu. Perjalanan
menuju sungai hanya butuh beberapa meter. Tapi gadis itu sengaja melambatkan
gerak kakinya. Demi matahari pagi ini. Sinar yang menghangatkan tubuh dan
hatinya. Demi melihat sorotan sinar matahari dari sela-sela pohon jati diantara
beberapa pohon jagung yang mulai sedikit kuning.
“Sedikit melambat tidak apa kan? Asal
tidak melambatkan waktu hingga orang-orang yang sibuk bekerja menjadi melambat”
pikirnya sambil tertawa melihat petani yang sibuk mengusir hama dari ladangnya.
“pagi pak..” sapanya pada petani
yang mulai sadar dirinya diperhatikan oleh gadis itu
“pagi.. hati-hati nak. Sungai deras.
Semalam hujan turun dengan derasnya” ucap petani membalas sapaannya sambil
menasihati gadis itu
“iya pak. Terimakasih..”balas
gadis itu.
Sambil berjalan pelan, gadis itu
mulai membereskan barang-barangnya yang mulai berantakan hampir terjatuh karena
tadi sempat kaget petani tersadar oleh pandangannya sambil tersenyum-senyum. Sungai
sudah terlihat. Suara arusnya mulai terdengar deras. Dari kejauhan, air sudah
mulai terlihat alirannya. Satu dua kadal melompat dari sungai. Petani yang lalu
lalang menyeberang ke sungai mencari lauk makan untuk siang nanti. Hari ini
sungai tidak seperti biasanya yang ramai. Kali ini sungai terlihat sepi. Anggun
mengalirkan airnya yang beriak-riak memaksa melepaskan debit air yang begitu
tinggi ke daerah hilir. Di hulu air sudah mulai deras meringsek turun menuju
hilir. Menghantarkan kerinduan yang tadi malam didekap oleh hujan.
“hati-hati nak..” sapa petani
pada gadis itu.
Gadis itu kaget dengan sapaan
petani itu.
“Ah, iya pak. Terimakasih.”jawab
gadis itu.
Gadis itu hanya melamun dari tadi
memperhatikan arus sungai yang begitu derasnya turun menuju hilir. Melamun betapa
mengerikannya seandainya dia terpeleset di sungai. Mengambang hingga jauh ke
luar desa. Bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.
“glek..” suaranya menelan ludah
Tapi hari ini adalah hari ini. Pekerjaan
tidak boleh ditunda hingga esok hari. Karena harinya sudah terpecah belah
dengan agenda yang banyak. Bekerja dengan sendiri ini memang butuh banyak
tenaga. Tapi bukankah kesendirian membuat tubuh kuat? Hati kuat? Hingga jika
datang seseorang yang hanya basa-basi menawarkan bantuan. Hati tak perlu
berharap lebih. Karena diri sudah bisa mengatasi pekerjaan dengan sendiri. Dan sejatinya manusia terlahir sendiri dan
pergi disambut oleh langit juga sendiri. Oleh karena itu, sendiri tidak
melulu oleh kesedihan tapi kebahagiaan. Karena ini membuktikan kita bisa
melakukannya sendiri tanpa perlu menggantungkan diri pada orang lain.
Gadis itu bersiap mengarungi
agenda hari ini. Mencuci semua yang kotor di sungai dengan jumlah debit air
yang deras. Bersama-sama ikan di sungai. Bersorak-sorai menghabiskan hari ini
di sungai. Bekerja ditemani oleh air. Dengan air semuanya menjadi bersih. Bermain
seharian dengan air dan ikan-ikan.
to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar