Jumat, 24 April 2015

project novel (JIka kamu ada dua)




Tiga
Teman Sekolah




Jika hidup bisa berdiri sendiri, maka niscaya kita tidak akan saling kenal satu sama lain. Tapi kenyataannya hidup bukanlah suatu rutinitas tanpa warna. Setiap detik kita selalu menemukan cara untuk mewarnai hidup kita. Dengan cara-Nya Allah menetukan masing-masing dari kita menemukan seseorang bahkan lebih yang mewarnai hidup kita.
Teori mengatakan warna pelangi itu hasil dari pembiasan hujan dengan cahaya matahari. Saling bekerja sama satu sama lain sehingg menimbulkan warna. Indah. Setiap lika-liku yang kita hadapi hari ini hingga esok hari memiliki keindahan. Entah melalui siapa. Allah menciptakan keindahan itu untuk kita. Termasuk dengan hadirnya seseorang yang selalu membuat kesedihan kita menjadi kebahagiaan.
Pagi ini, masuk pelajaran seni rupa. Pelajaran yang digemari oleh kebanyakkan teman-teman. Pagi di sekolah itu membuat aku selalu senang. Menjadi bagian dari golongan orang-orang yang menikmati kesunyian, aku selalu mengikuti irama yang terjadi hari ini. Aku tetaplah seorang wanit yang perasaannya selalu lebih tinggi dibandingkan logika. Menjadi seorang yang baru saja menemukan hal baru, aku selalu mencari tempat yang nyaman. Termasuk dia. Amanda Larasati.
Pelajaran yang aku tidak senangi ini mewarnai hidupku kala itu. Sejatinya aku sangat senang artistic sebuah benda. Tapi entah mengapa aku bukanlah tipe oranag yang suka dengan ukuran. Hari ini rupanya kami  harus menggambar sebuah gambar dengan menggunakan jangka. Dan apesnya nasibku adalah hari ini tidak membawa apa yang disuruh. Jadilah aku harus mencari pinjaman ke kelas lain. Aku bingung harus kemana mencarinya. Hingga seorang temaan baru bernama Amanda larasati ini menjadi partnerku dalam mencari teman. Siapalah aku, seorang yang tidak memiliki banyak teman, karena teman-teman SMP ku tidak ada yang minat masuk ke sekolah tersohor kala itu, kecuali 2 temanku fitria dan nade. Mencari jangka seperti membawa beban yang berat, karena aku bingung mencari kemana, tidak ada yang aku kenal. Hingga tiba saatnya kami berdua mencari jangka ke kelas lain. Hasilnya adalah dia dapat dan aku tidak dapat. Sedih, kesal campur jadi satu. Inilah awal kisah yang melekat pada teman baruku ini. Teman yang Allah berikan untukku hingga dewasa ini.
***
Kehidupan memang selalu berputar mengikuti porosnya. Hidayah itu hak Allah ta’ala. Seorang yang sebelumnya lugu dan bodoh, jika Allah berkehendak kebaikan pada seseorang itu tidak ada yang tidak mungkin . pastilah orang itu berada terus diatas kebaikan. Cahaya mentari menyorot dahan ranting pohon besar ini. Menyemburkan siluet yang indah, memilin dengan pantulan lantai. Bunyi riuhnya kelas ini menghiasi ruang tua ini. Sebuah ruang kelas yang rindang. Aku senang sekali melihat pohon besar ini, pohon yang setiap sisinya diplester, hingga pinggirnya membentuk persegi untuk duduk siswa yang sedang mengadakan acara atau sekedar berbincang.
Pagi ini, jumat pertama. Jumat yang memesona bagiku. Setiap jumat ini selalu rutin ada anggota ekskul yang masuk ke setiap kelas. Tentunya pagi jumat ini, dihiasi dengan lantunan al qur’an. Sekolah negeri pada umumnya ini, selalu menyisakan kesan indah dalam diriku. Disinilah aku menemukan hidayah-Nya. Menemukan sejuta kebaikan, menemukan teman-teman yang membuat diriku sampai saat ini seperti ini. Menyisakan kebaikan.
Meski belum sempurna berhijab, aku pastikan hari jumat adalah hari yang baik untuk diriku berhias layaknya seorang muslimah sejati. Menjulurkan hijab ke tubuhnya. Begitulah diriku. Di awal aku sudah bercerita bukan ? tentang seseorang yang sampai saat ini selalu terdengar ocehannya, di dunia nyata maupun dunia maya. Hingga saat ini. Saat dimana kita sudah menjadi wanita dewasa. Bukan anak SMA dulu pertama kali bertemu.

 ***
Hari jumat ini, waktunya semua murid akan tertuju pada beberapa orang yang sibuk dengan Al-Quran di tangannya. Sibuk dengan kertas kecil di tangannya. Dan sibuk dengan kotak-kotak kecil yang siap diedarkan seluruh kelas.
Hari dimana aku dapat melihat dua orang wanita yang menjulurkan hijabnya hingga seluruh tubuh. Hijab berwarna putih. Setia menemani kita membaca kalamullah-Nya. Memberikan untaian nasihat dan terakhir menyemangati kita untuk bertakbir. Keras, hingga rasa kantuk hilang karena kaget.
Aku selalu terpesona dengan sosok kakak kelas ini, mereka berbeda dari  kebanyakkan kakak kelas yang lain. Penampilannya tertutup, bersih, dan inilah yang aku benar-benar terpesona, jika jilbab segiempat lebarnya tertiup angin maka akan berkibar di ujungnya serta jika terpantul oleh cahaya maka baying ujung segiempatnya itu akan terlihat lebih anggun. Sempurna.
Mereka berbeda. Pun temanku satu ini. Sungguh-sungguh berbeda. Jika yang aku lihat kebanyakan yang memakai jilbab adalah kakak kelas, temanku yang satu ini sudah dari awal masuk hari pertama pakai jilbab. Malu aku dibuatnya. Betapa berbedanya dia. Aku ketika itu tidak dekat dengannya. Dia di seberang baris bangkuku. Aku duduk di depan bersama seorang yang namanya mirip denganku. Yang pasti ketika awal, aku beda kelompok gosipnya dengan dia.
Kata orang, kalo mirip itu langgeng temenannya. Apa iya ? entahlah. Yang pasti aku, selalu tidak mau dibilang mirip. Dulu ketika pelajaran kimia, kami disalahpandang. Aku disangka dia, dan dia disangka aku. Betapa bingungnya aku. Dimanalah letak kemiripan kita berdua. Yang pasti dia lebih unggul dariku, mulai dari nilai pelajaran hingga agamanya. Dia lebih dulu tertutup dariku. Mungkin jika aku laki-laki, akan aku lamar duluan dia. Haha.
Semua yang terjadi, tidak akan lari dari kehendak-Nya. Semuanya sudah teratur sedemikian rupa. Hingga kadang kita tidak sadar sudah diperkenalkan oleh orang-orang yang amat baik untuk kita. Orang-orang yang selalu menyelamatkan kita pada kebaikan.


***

Bel tertanda pelajaran di hari jumat ini usai. Terik mentari mulai menembus cakrawala. Semua sibuk, saling mencari teman. Mencari sesorang yang akan mengikuti ekskul pilihan masing-masing. Suara tawa dan panggilan menghias di langit biru ini. Pohon besar itu sudah mulai dihiasi oleh tubuh-tubuh mungil itu untuk melepaskan penat. Betapa lelahnya seharian bahkan sepekan untuk belajar. Yang setiap hari berulang.
Angin semilir menjatuhkan satu dua daun kering dari pohon ini. Indah sekali. Atap-atap itu penuh daun kering, hingga tumpah ke lapangan biru itu. Suara speaker masjid mulai terdengar. Siswa laki-laki mulai tertarik magnet jumat ini. Tanda shalat akan segera diselenggarakan.
Jumat siang selepas sekolah ini adalah waktunya kakak kelas yang berbeda itu beraksi. Mengajak kami anak baru untuk ikut acara mentoring. Acara dimana berisi nasihat-nasihat dan ajakan pada kebaikan. Dua kakak yang biasa masuk ke kelasku ini ternyata menjadi mentorku di kemudian hari. Awalnya kau asing, bingung mau ikut tapi tidak ada teman. Ternyata temanku yang sudah terbungkus ini, mengajakku. Jadilah aku rutin mengikuti ini. Terimakasih teman, terimakasih telah menjadi perantara diriku untuk meraih kebaikan, yang mudah-mudahan aku terus berada di atas kebaikan ini. Selama satu semester rutin ikut acara ini, selama itu pula aku memupuk keberanian untuk meneguhkan pendirianku membalut diriku dengan hijab. Yang aku awali di semester dua kelas sepuluh. Yang akupun mendapatkan ilmu banyak dari kegiatan pesntren kilat dari acara rohis ini.
Jika ditanya siapa teman paling berkesan untukku di dunia baru ini. Aku akan menjawab dia. Seorang yang paling aku sebalkan dan aku rindui suara candanya. Jika ia menganggap aku bukanlah seorang yang berpengaruh dalam hidunya. Tidak mengapa, karena aku dilahirkan untuk beribadah pada-Nya. Seperti kata gambar yang aku baca : “life is a journey from Alloh to Alloh”
Teman yang sampai akupun selalu berkesan pada setiap katanya, bahwa hidup ini harus dihadapi bukan dihindari. Menghadapi sebuah kenyataan yang harus kita hadapi. Kenyataan bahagia maupun sedih. Kenyataan bahwa hidup tidak selalu bahagia, kebanyakan adalah kita harus menghadapi perasaan kehilangan, hingga kita paham arti kehilangan. Dan kita bukan menjadi seseorang yang membuat bagaimana rasanya terluka.
Hidup bukan berarti sebuah sandaran, tapi kita harus menjadi sebuah sandaran. Meski kita tahu bagaimana rasanya lelah menjadi sebuah sandaran keluarga. Aku belajar darinya dari semua rasa itu. Belajar bagaimana hidup harus terus maju tanpa berhenti diam di tempat. Atau kita berjalan hanya di tempat, membuat raga lelah tapi tidak ada hasil yang didapat. Kita akan selalu menemukan hal baru, dan sesuatu yang baru ini harus kita hadapi dengan perasaan yang lapang. Hingga sesuatu itu dapat kita letakkan di setiap sudut tanpa harus membuat rasa sempit.

Untuk kamu yang aku selalu sebalkan . kita selalu berebut akan suatu hal. Tapi aku tidak ingin memperebutkan syurga-Nya. Aku ingin membaginya tanpa harus berantem dulu !
The last , jika kamu ada dua ? aku akan membagi kebahagiaanku untukmu. aku akan membawa kamu belajar bareng di unayzah. seperti obrolan angin kita yang dulu. "mau ke unyzah belajar disana."

Selasa, 21 April 2015

tulisan : mengenai waktu

Waktu adalah sebuah hal yang paling susah diajak berkompromi. Bahkan nyaris tidak bisa. Waktu juga adalah sebuah hal yang paling susah dimengerti. Tidak bisa ditebak kemana arahnya. Tidak bisa diatur pula jalannya.

Ada seseorang yang merencanakan menikah umur sekian, eh menikahnya sekian tahun lebih cepat dari rencananya. Ada orang yang berharap dan merasa matinya nanti tua, eh usia belasan tahun sudah mati karena kecelakaan. Waktu benar-benar sebuah hal yang tidak bisa ditebak.
Hari ini, sesore ini di sebuah stasiun kereta api. Aku duduk di salah satu bangku di ruang tunggu. Menunggu waktu keberangkatan. Kereta yang sedianya mengantarku ke tujuan akan datang sekitar satu jam dari sekarang. Menunggu pun sebuah permainan waktu. Bersyukurlah bagi kita semua yang sedang menunggu sesuatu yang pasti datang. Bersyukurlah bagi kita semua yang sedang menunggu dan sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang berharga, misalnya membaca buku. Sehingga waktu menunggu menjadi momen-momen yang tidak hilang kebaikannya. Bersyukurlah bila kita sedang menunggu dan yang kita tunggu adalah sesuatu yang nantinya benar-benar mengantarkan kita ke tujuan.

Bila kita sedang menunggu seseorang, maka semoga dia adalah seseorang yang bisa membersamai sekaligus menjadi sebab kita nanti sampai ke tujuan. Bila kita sedang menunggu waktu untuk meraih impian, maka semoga ini adalah jeda yang baik untuk kita mempersiapkan diri demi menyambut impian itu datang.

Hari ini, aku memandang jam besar di sudut stasiun. Satu detik terlewat, semua akan terlewat, dan menjadi masa lalu. Setiap orang pernah memiliki masa lalu dan tidak satu orang pun diantara mereka yang sanggup memperbaiki dan mengembalikan keadaan di masa lalunya. Aku termasuk bagian dari orang-orang itu. Hari ini, di sisa waktunya yang entah tidak tahu berapa lamanya. Waktu-waktu mendatang akan aku jadikan sebagai waktu terbaik. Kita tidak perlu meresahkan berapa waktu yang akan kita perbaiki, kita cukup memperbaiki setiap detiknya. Bila setiap detik kita menjadi satu nilai kebaikan, maka seluruh waktu yang kita miliki akan menjadi baik.

Hari ini, ketika kereta tiba di waktu yang telah dijanjikan. Aku percaya bahwa menemukanmu pun sebenarnya bukan soal jarak. Tapi soal waktu, sedekat atau sejauh apapun kamu, bila waktunya belum tepat. Tuhan tidak akan mempertemukan perasaan kita sama sekali.

Suatu hari, ketika waktu itu beranjak naik, menunjukkan kuasanya. Aku tersenyum, karena waktu itu telah tiba. Suatu hari, mungkin di bulan juni, di antara gerimis kota tempat tinggalmu yang dingin. Langkah kaki ini akhirnya sampai di muka rumahmu. Aku tidak pernah menyangka bahwa waktu ini akan tiba. Aku pun tidak menyangka bahwa langkah kaki itu berjalan sejauh ini. Suatu hari, hari itu akan datang. Dan aku sedang menunggu waktu itu, waktu yang pasti datang.

Sebuah Stasiun Kereta, 1 April 2015 | ©kurniawangunadi

semakin sederhana

Semakin kamu sederhana, kamu tampak semakin memesona. Kamu tidak menyadarinya, tapi aku mengamati. Semakin sederhana bahasa yang kamu gunakan, kamu semakin mudah dipahami. Semakin mudah dimengerti tentang apa yang sebenarnya kamu kehendaki. Jangan lepaskan kesederhanaan itu. Karena hari ini, semua orang berusaha menjadi luar biasa. Dan kamu, tidak peduli semua itu dan tetap sederhana.

©kurniawangunadi

inilah niat

"nikah karena suka duluan boleh. dilihat aja yang disuka itu akan menjadi cerminan buat dirinya...?"

kamu suka yang kayak gimana ? _jawab dalem hati_

"kalo nikah karena ingin melindungi diri dari maksiat itu udah niat karena Allah"

masih bingung.

"kumpulin niat ikhlas pengen nikah dari perintah  Allah dan Rasul-Nya tetang menikah"

"yang dipikirin itu terus biar bisa ikhlas terus, kalo ada bersitan di hati karena yang lain-lain itu jangan dibiarin netep dalam hati"

"syaithon memang gak akan rela kalo manusia taat terus"

ngangguk.

"padahal godaan syaithon cuma kayak sarang laba-laba, lemah dan bisa dipatahin"

mikir.

"manusia memang gak akan bisa memastikan secara terus menerus niat pengen nikah tetep konsis di jalur ikhlas tapi dengan upaya yang kuat Allah akan mudahkan jalannya" Q.S. 29: 69

Insyaa Allah...

percakapan di grup SMA ~~~

buat kamu yang baca, silakan dicerna.

saya? masih terus memperbaiki diri untuk kamu siapapun yang berani bertindak dalam kebaikan ---

Selasa, 07 April 2015

Menikmati Hidup

peucang island TNUK, Banten

Masing-masing kita sudah diberikan porsinya masing-masing

Melihat seseorang yang sudah tiba waktunya

Aku merasakan, memflash back.

Seusia itu aku sedang apa?

Seusia itu aku sedang manjadi mahasiswa yang paling rajin. Mungkin.

Menjadi mahasiswi yang masih pakai kemeja, jilbab segiempat, sepatu, tas ransel dan buku.

Sibuk kesana kemari, mencari teman agar ketika ada tugas bisa mengerjakan bersama

Sibuk kesana kemari mengerjakan tugas kelompok.

Mengomentari madding kampus

Membaca dengan seksama pengumuman

Dan mengomentari kakak kelas yang eksisnya setinggi angkasa

Ah iya tak lupa ketinggalan, sibuk kesana kemari kemudian berfoto ria

Setelah itu memposting. Bukan aku, tapi temanku.

Seusia itu aku sedang menikmati uang jajan dari orangtua.

Kesana kemari atas biaya orangtua.

Seusia itu aku sedang menyembunyikan rasa rinduku pada teman-temanku

Menyembunyikan rasa

Entah rasa untuk siapa.

Menikmati hidup di usia itu sangat menyenangkan untuk saat ini.

Untuk saat itu, sepertinya aku kurang menikmatinya.

Dan baru terasa nikmatnya saat ini

Saat dimana hati sudah terlalu bosan untuk main-main

Saat dimana hidup sudah terlalu perih dengan kesunyian

Saat dimana hidup ingin kembali seperti dulu

Menikmati waktu luang yang sangat banyak

Menikmati rasa lelah bersama dengan kawan-kawan

Menikmati hidup .

Menikmati hidup yang sejatinya hati kita akan terasa nikmat dengan kebaikan.

Jika hati kita tidak terasa nikmat dengan kebaikan.

Adakah masih tersisa kebaikan dalam hati kita ?

Untuk kamu yang masih bertahan betapa kebaikan itu perlu kekuatan dan pertolongannya


Siang menuju senja di Ruang tengah kelas ----