Jika kita sering melihat betapa mudahnya proses
siklus udara di dunia ini berputar. Seiring berjalannya hari dan jarum jam di
dinding, seiring itu pula kita melakukan proses udara bergerak. Udara bergerak
lincah kesana kemari. Hinggap di tubuh yang satu hingga kembali lagi ke langit.
Sebegitu tajamnya mata kita , tentu saja kita luput melihat udara yang
berproses di lingkungan kita. Ia terus bermetamorfosis dalam tubuh kita hingga
kita lupa ternyata dia bekerja terus setiap detik demi eksistensi keberadaan
kita di dunia ini.
Aku terus melirik tumpukkan pekerjaan sambil menatap
waktu. Berharap aku paham bahwasaanya hidup ini berputar terus. Menarik kita ke
dalam fase yang dulu kita tak pernah fikirkan. Menjadi seseorang yang
hari-harinya habis dengan kebinasaan. Rutinitas pekerjaan yang setiap hari
menggerogoti waktu kita untuk mencari perbekalan. Kadang kita lupa perbekalan
kita hanya sedikit. Lantas kita ditrik mundur oleh sang waktu. Diingatkan oleh
jarum nan mungil yang berdetak setiap saat. Ada saatnya kita butuh pengingat. Yang
mengingatkan kita hanya sebentar disini. Ternyata udara saat ini
mengingatkanku. Setiap benda akan kembali ke langit.
Langit. Orang kadang lupa, langit itu tak bertepi. Tak
berujung. Daan tak tertembus oleh mata. Udara yang aku hirup saat ini, akan
berproses menjadi sesuatu dalam tubuhku. Yang aku akan kembalikan lagi keluar
tubuh. Kembali ke langit. Bertemu sebentar dengan tumbuhan dan kembali lagi ke
langit. Ah iya, kamu masih ingat kan ? proses sebuah air yang akan dimasak
hingga matang. Jika kamu lupa, sini aku ingatkan.
Air dari ujung sungai yang sudah menemui beribu benda
di tepian itu kini ada di rumahku. Iya, aku bertemu air. Aku butuh air. Ternyata
aku butuh air, agar tubuhku tak kering dimakan panas. Aku mulai memasukkan air
ke dalam ceret. Kemudian aku masak diatas api. Hei, aku bertemu api. Yang suatu
saat jika tidak hati-hati akan membakarku, paling tidak ia akan mencipratkan
suhu panasnya. Iya , aku harus hati-hati. Hati-hati dengan kamu. Api. Kemudian aku
menunggu, agar air itu matang. Tandanya, akan keluar uap dari mulut ceretnya. Ah,
iya aku bertemu kamu kembali udara. Udara yang membawa uap air. Lantas kamu
akan ke langit membawa air.
Kamu. Hei udara, jangan terlalu tergesa-gesa membawa
air ke langit.
“srtsssssss…” kulitku terasa panas menyentuhmu udara.
Hei, udara. Sampaikan pada langit. Aku menatapmu dari
bawah sini.