Rabu, 17 Februari 2016

kisah gadis tak bertuan (ii)

Matahari mulai meninggi, diikuti dengan suhu udara. Gadis itu memulai pagi ini dengan kebahagiaan. Bahagia karena kemarin hujan turun. Bertemu dengan hujan berarti bertemu dengan segala aktivitas di masa lalu. Masa yang ditakuti sampai disenangi, hingga tidak ingin berpindah waktu. Berharap waktu tidak berjalan dan berhenti hingga lupa bahwa ada yang harus dihadapi di kemudian hari.
Matahari dengan hangatnya menemenai gadis itu memulai aktivitas pertamanya. Mencuci segala yang kotor. Baginya setiap hari tidak pernah ada perbedaan. Semua sama taka da yang istimewa, karena sejak hari itu, hari dimana dia ditinggalkan oleh orang yang menemaninya setiap hari. Hari bagaikan hanyalah menunggu. Menunggu langit menyambutnya. Bertemu dengan seseorang yang amat dicintainya. Pagi ini, dia berjalan membawa segala yang ingin dibersihkan. Termasuk sepatu cantiknya. Sepatu yang menurutnya selalu cantik setiap hari. Hingga dia tak pernah ingin memakainya, takut-takut jika sepatu itu rusak dan tidak terlihat cantik lagi.
Kali ini angina tidak datang. Dia bersembunyi di balik lembah. Lelah karena harus bekerja di malam hari di balik lembah. Gadis itu hanya ditemani sinar matahari. Menemaninya sepanjang jalan sambil mendengar cicitan burung di pagi hari. Daun-daun yang hijau dan bunga liar yang merekah tiap pagi. Gadis itu sibuk membawa barang-barangnya menuju sungai. Sungai berada di kejauhan rumahnya. Harus melalui lading ilalang dan kebun jagung yang sebantar lagi menguning dipanen para petani. Burung-burung bertebaran di langit, mencari penghidupan untuknya dan anak-anaknya di sarang. Menyambung hidup yang hanya sebagai rutinitas.
Gadis itu hanya memakai baju lusuhnya, dia berpikir jika hanya mencuci cukup memakai baju lusuh saja tanpa perlu memakai baju yang bagus, karena nanti juga akan kotor. Pikirnya.
Berjalan melewati padang ilalang yang luas begiru menghibur hatinya. Melihat satu dua helaian ilalang yang terbang. Bekerjaran menangkap capung. Jatuh bangun membawa barang-barangnya. Hingga melihat satu dua ekor kelinci yang keluar dari sarang kemudian masuk kembali. Malu-malu melihat dunia luar. Kelinci itu hanya berani mengintip sinar matahari di balik semak. Takut-taku ada penduduk yang menangkapnya. Berpisah dengan keluarganya di sarang. Matahari pagi ini menghangatkan desa, tanaman, dan hewan-hewan di sarang. Menghangatkan penduduk bumi di bagian ini. Setelah semalaman hujan turun dengan derasnya. Seolah datang ingin menghapus duka lara seseorang yang menyendiri dan menepi dari hiruk pikuknya kebahagiaan orang-orang. Matahari menghangatkan hati seseorang yang membeku disiram hujan deras tanpa dera sedikitpun. Memberikan penenang bagi hati hingga seseorang itu tertidur pulas. Melupakan apa yang telah terjadi dengan dirinya.
Sungai sedikit lagi terlihat, suara gemericik airnya sudah terdengar dari jejak langkah gadis itu. Perjalanan menuju sungai hanya butuh beberapa meter. Tapi gadis itu sengaja melambatkan gerak kakinya. Demi matahari pagi ini. Sinar yang menghangatkan tubuh dan hatinya. Demi melihat sorotan sinar matahari dari sela-sela pohon jati diantara beberapa pohon jagung yang mulai sedikit kuning.
“Sedikit melambat tidak apa kan? Asal tidak melambatkan waktu hingga orang-orang yang sibuk bekerja menjadi melambat” pikirnya sambil tertawa melihat petani yang sibuk mengusir hama dari ladangnya.
“pagi pak..” sapanya pada petani yang mulai sadar dirinya diperhatikan oleh gadis itu
“pagi.. hati-hati nak. Sungai deras. Semalam hujan turun dengan derasnya” ucap petani membalas sapaannya sambil menasihati gadis itu
“iya pak. Terimakasih..”balas gadis itu.
Sambil berjalan pelan, gadis itu mulai membereskan barang-barangnya yang mulai berantakan hampir terjatuh karena tadi sempat kaget petani tersadar oleh pandangannya sambil tersenyum-senyum. Sungai sudah terlihat. Suara arusnya mulai terdengar deras. Dari kejauhan, air sudah mulai terlihat alirannya. Satu dua kadal melompat dari sungai. Petani yang lalu lalang menyeberang ke sungai mencari lauk makan untuk siang nanti. Hari ini sungai tidak seperti biasanya yang ramai. Kali ini sungai terlihat sepi. Anggun mengalirkan airnya yang beriak-riak memaksa melepaskan debit air yang begitu tinggi ke daerah hilir. Di hulu air sudah mulai deras meringsek turun menuju hilir. Menghantarkan kerinduan yang tadi malam didekap oleh hujan.
“hati-hati nak..” sapa petani pada gadis itu.
Gadis itu kaget dengan sapaan petani itu.
“Ah, iya pak. Terimakasih.”jawab gadis itu.
Gadis itu hanya melamun dari tadi memperhatikan arus sungai yang begitu derasnya turun menuju hilir. Melamun betapa mengerikannya seandainya dia terpeleset di sungai. Mengambang hingga jauh ke luar desa. Bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.
“glek..” suaranya menelan ludah
Tapi hari ini adalah hari ini. Pekerjaan tidak boleh ditunda hingga esok hari. Karena harinya sudah terpecah belah dengan agenda yang banyak. Bekerja dengan sendiri ini memang butuh banyak tenaga. Tapi bukankah kesendirian membuat tubuh kuat? Hati kuat? Hingga jika datang seseorang yang hanya basa-basi menawarkan bantuan. Hati tak perlu berharap lebih. Karena diri sudah bisa mengatasi pekerjaan dengan sendiri. Dan sejatinya manusia terlahir sendiri dan pergi disambut oleh langit juga sendiri. Oleh karena itu, sendiri tidak melulu oleh kesedihan tapi kebahagiaan. Karena ini membuktikan kita bisa melakukannya sendiri tanpa perlu menggantungkan diri pada orang lain.

Gadis itu bersiap mengarungi agenda hari ini. Mencuci semua yang kotor di sungai dengan jumlah debit air yang deras. Bersama-sama ikan di sungai. Bersorak-sorai menghabiskan hari ini di sungai. Bekerja ditemani oleh air. Dengan air semuanya menjadi bersih. Bermain seharian dengan air dan ikan-ikan.
to be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar